Selasa, 26 Maret 2013

Memilah dan Memilih, Hal Mutlak Dalam Hidup

"Kamu mau ke mana?" apa yang mesti dijawab dari pertanyaan pendek itu? Ketika lo udah berbeda selera dan berbeda rasa sama apa yang tadinya pengen lo pertahanin banget. Di tengah jalan, dengan gampangnya terbawa angin lewat yang udah jelas cuma sesaat. Padahal sangat konkret terlihat dari postur tubuh lo yang seharusnya nggak mudah terhempas angin. Tubuh lo menggambarkan batapa sangat berisinya tubuh lo itu. Tandanya, udah banyak asupan gizi, protein, karbohidrat, dan sebagainya yang berhasil masuk dan bertahan dalam tubuh lo.

Ok, bukan mau mengulas tentang gizi, protein, karbohidrat, dan temen-temennya itu. Masih mau bahas sedikit sih tapi, saat makanan yang lo asup nggak bergizi seimbang, apa yang terjadi dengan perjalanan kebugaran tubuh lo itu? Jawab sendiri.

Kita semua tahu, kalo cinta yang didasarkan pada komitmen, itu hebat banget. Itu juga berlaku buat kita anak-anak muda. Tapi, jangan sampe menyalahkan arti cinta itu sendiri. Meski terkadang cintanya anak muda masih diidentikan dengan "cinta monyet". Lo akan tahu arti cinta, saat lo berani terjun ke arena cinta itu sendiri. Sebenernya nggak boleh dipermainin, haram hukumnya! Tapi, kenapa jaman sekarang banyak orang yang dicap 'mempermainkan' padahal pelakunya sendiri nggak merasakan bahwa dia udah atau bahkan 'sedang' bermain? Ya, karena saat lo lagi suka, sayang, atau bahkan cinta sama lawan jenis lo, lo pasti akan terbawa arus yang secara nggak sadar menjadikan lo layaknya seorang anak kecil makan permen. Polos. Lo enjoy saat cinta itu masih ada, tapi ketika permen lo habis (re: cinta dari pihak lain itu udah nggak ada buat kita), lo bakal gimana? Mewek? Minta ditambahin lagi? Atau lo mau ngadu ke orang tua lo? Atau malah cari ke tempat lain di mana stok permen (re: cinta) yang baru pasti akan ada lagi? Hak kalian ya mau pilih yang mana. Sama seperti tubuh, jiwa yang nggak terasup cinta yang seimbang, tentunya akan menemukan beberapa titik kesuntukan. Bukan suntuk, apa ya kata-kata yang pas?

Untuk orang seperti gue, pastinya gue akan membiarkan permen itu habis. Gue nggak mewek, minta tambah, ngadu ke orang tua, sampai bahkan pergi ke warung untuk dapetin permen yang baru/lain. Sampe bener-bener saatnya, gue harus, karena memang sangat butuh makan permen yang serupa atau beda rupa itu lagi (menghempaskan perasaan 'tak seharusnya' itu ke lubang yang udah gue gali dalem-dalem). Banyak alesan yang bikin gue nggak seharusnya mewek, minta-minta, ngadu, atau bahkan cari cinta itu dengan berkeliling sampe dapet. Memang ada saatnya untuk seperti itu, tapi bukan sekarang.

Alesan pertama, tentang mewek. Gue punya Tuhan. Allah, Bapa, Kekasih yang luar biasa banget! Kenapa harus mewek? Dia lebih dari segalanya. Dia yang udah ijinin gue memiliki cinta. Cinta kepada orang tua gue, cinta kepada kakak-kakak+adik gue, cinta kepada sahabat-sahabat terbaik gue, cinta kepada sesama di bumi, dan cinta kepada alam sekalipun. Dia pemilik segalanya. Dia juga yang berhak ambil segalanya yang ada di gue. (Ok, ini dramatis banget). Dari yang gue relain buat diambil, sampe yang nggak rela sekalipun. Tuhan selalu kuatkan gue!

Alesan kedua, tentang minta tambah. Gue selalu dapetin cinta dari Tuhan yang nggak gue dapetin dari dunia. Kasihnya dunia itu semu, Ibaratkan sinetron, banyak yang manipulatif. Kasihnya dunia itu menuntut dan bersyarat. Sedangkan kasih-Nya Dia, nggak bersyarat. Semua orang bahkan dikasihi sama Dia. Hanya seringkali, sikap manusiawi, duniawi, ego, dan dosalah yang membuat kita kurang 'merasakan' cinta dahsyat-Nya itu. Tuhan nggak pernah ngasih batasan dalam mencintai gue dan kita. Yang jadi masalah adalah, manusianya sendiri justru yang menjadikan tranfusi cinta-Nya itu jadi terbatas. Salah satu faktornya, saat kita ragu mikirin masa depan. Kan kata Bapa, kita nggak usah mikir sesuatu hal yang melebihi batas dari yang seharusnya kita pikirkan diwaktu sekarang. Karena, semua udah dipegang dalam tangan-Nya. Kata-kata manis-Nya itulah yang selalu buat gue belajar untuk nggak minta-minta kepada cintan dunia. Justru, biar gue lah yang memberi cinta itu. Menebar kasih buat sesama.

Alesan ketiga, tentang ngadu. Gue selalu punya Tempat Curhatan yang pastinya nggak hanya gue yang punya. Tiap hal, tiap apapun itu, ayok deh biasain komunikasi sama Tuhan. Meski sebenarnya, curhat sama orang tua pun sangat perlu. Tapi, bisa memilah sendiri lah mana yang perlu dicurahin dan mana yang enggak.

Alesan keempat, tentang cari cinta ke tempat lain. Itu identik dengan orang yang nggak mau sepi. Nggak harus selalu dipandang negatif. Karena mungkin itulah pribadinya. Ingin selalu ada temen paling deket secara konkret yang bisa dijadikan tempat menabur dan menuai perasaan, dan sebagainya. Namanya juga makhluk sosial. Tapi kalo dipikir-pikir, masa depan dipegang sama Tuhan. Kalo pun saat ini lagi ngerasa kehilangan, dsb, jangan langsung disimpulkan dengan sikap ragu. Kalo lo takut, berarti lo nggak percaya kalo Tuhan sedang menjaga 'masa' itu dong?

Jaga diri lo baik-baik. Tetep fokuskan diri lo ke masa depan. Selagi masih muda, nikmatin masa-masa hubungan intens lo sama Tuhan, nggak ada salahnya kan? Dia sang empunya waktu, jangan takut kehabisan stok waktu buat jalanin aktivitas hanya karena lo lagi/mau berdoa sama Dia. Solusi utamanya, percaya, percaya, percaya sama Tuhan! Masa depan ada di tangan Dia. Nggak ada yang tahu besok, lusa, dst.


Jam 15.38 di kamar ternyaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar