Jumat, 13 Desember 2013

Pilihan dan Takdir Hidup, Nasib?


Di dalam hidup, seperti pada postingan yang pernah saya posting waktu lalu, di dalam hidup ini selalu terdapat sebuah pilihan hidup yang mutlak dimiliki setiap manusia. Tuhan menciptakan manusia dengan akal budi yang luar biasa, tentu bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, bukankah itu asalnya dari pilihan hidup juga? Kita memilih untuk memperjuangkan mimpi itu, maka terwujudlah. Begitu pun sebaliknya bila kita lebih memilih duduk diam menunggu mentari yang menghantar kita kepada mimpi itu secara instan. Tentu, kemungkinan terwujudnya hanyalah sebesar biji kuaci. Bahkan bisa lebih kecil dari itu.

Saya teringat pada sebuah artikel yang sempat saya baca waktu lalu. Kesimpulan dari artikel itu adalah, kematian selalu dekat dengan kita. Hanya saja, "waktu" lah yang mempunyai hak memilih siapa yang akan diambilnya. "Waktu" digunakan oleh Tuhan sebagai alatnya yang sangat berharga bagi banyak orang. Tetapi sayangnya, tidak sedikit orang yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan waktunya. Seperti contohnya saya.

Berbicara tentang kematian, bagaimana sih kehidupan kita pada saat mengalami mati?
Apa yang terjadi? Apakah kita mengetahui keadaan orang-orang terkasih kita yang masih ada di dunia seperti pada film-film yang digambarkan dengan adegan seorang yang sudah mati itu bisa melihat dari atas langit?
Kematian selalu dekat dengan kita. Dalam setiap kegiatan kita, aktivitas kita. Bukan tanpa maksud saya menulis tulisan seperti ini, entah kenapa sangat ingin sekali mengungkapkan betapa sedihnya ketika saya membayangkan harus meninggalkan orang-orang terkasih saya apabila tiba saatnya saya harus selesai dari tugas saya di dunia.
Siap atau tidak, semua tergantung pada seberapa erat hubungan karib kita dengan Tuhan. Seberapa jauh kita sudah melangkah di dampingi Bapa kita, saya yakin apabila kita sudah mencapai hubungan yang amat erat dengan Bapa, tidak akan ada rasa takut lagi. Bagi orang percaya, tidak usah takut mati. Saat kita sudah berada pada ujung waktu kehidupan kita di dunia, itu tandanya tugas kita memang sudah selesai. Dan rumah yang Tuhan sediakan di surga sudah siap lengkap dengan bangunan arsitek yang apik dan design interiornya yang indah. Jangan takut ya!

Melankolis sekali keadaan sekarang, hujan gerimis, teduh, mendukung mood saya untuk menulis seperti ini.

Ok ok, daripada sibuk mengurusi dan menggali kesalahan orang lain untuk membenarkan diri kita di hadapan dunia, lebih baik memperbaiki diri. Ketidakhati-hatian kita membawa petaka. Bukan petaka, melainkan konsekuensi. Diam, adalah suatu hal seperti "emas" ketika dilakukan pada saat yang tepat. Dan, tidak perlulah meladeni kicauan-kicauan yang kian memancing emosi. Sebuah konsekuensi datang bukan tanpa syarat dan ketentuan yang berlaku. Mereka datang dari setiap kesalahan yang pernah kita lakukan di waktu lalu. Tetapi semua itu kembali kepada pilihan hidup yang kita pilih. Mau diam atau berbicara? Dari pilihan itulah kita akan menuai sesuatu yang dinamakan "nasib". Dari "nasib" itulah, apabila kita membiarkan "nasib" itu menggerogoti hidup kita tanpa sebuah upaya untuk mencapai perubahan lebih baik, Tuhan akan membentuknya sebagai sebuah "takdir". Dan itu sudah tidak bisa diubah.

Postingan kali ini random. Sungguh random. Tidak jelas arahnya ke mana. Asal keluar saja. Ah sudahlah.
Yang jelas, saya saat ini sedang menjadi sosok "random" yang tidak jelas akarnya. Selamat sore. Selamat pulang dari warnet dengan berhujan-hujanan.

NB: Sambil dengerin lagu "At the Cross" sih, makanya bawaannya jadi melankolis. Hahahahaha. Selamat bersanguinis! Jadi diri lo dong, jangan kebawa lagu.