Selasa, 18 Desember 2012

Berlalu-lalang

Seberapa sering elo menjadikan diri lo bukan sebagai diri lo sendiri? Seberapa mudah mengubah persepsi lo terhadap suatu barang yang tadinya lo liat bagus kemudian setelah jatoh dan menjadi hancur?
Tapi kemungkinan, hal semacam itu nggak semudah mengubah laksana hati yang nyatanya masih suka keras untuk terus mempertahankan suatu hal yang sebetulnya udah di ambang pintu. Ada angin lewat pun, kemungkinan untuk keikut terbang sangatlah besar.

Sering perkataan yang terlontar darinya, gak membuat sosok pejuang dan pesetia gontai lalu mundur. Menyerah? Bukan gaya nya sekali. Sosok itu ialah Oliv. Yang menjadi siswi SMA sebuah sekolah di daerahnya. Dengan berbekal hati yang masih cukup dibilang belia, ia bersiap-siap maju dan mencoba mempelajari apa yang sedang dihadapinya. Dia kepincut dengan seorang sosok laki-laki tampan, manis, dan "wow". Laki-laki itu nyatanya terpaut 7 bulan di atasnya. Anggap saja selang 1 tahun kemudian setelah laki-laki itu lahir, baru Oliv lahir. Berbeda sekolah, itu yang terkadang menjadi batasan bagi mereka berdua untuk bisa saling bertemu. Hanya ketika dalam forum komunitas yang kebetulan telah berhasil mempertemukan mereka saja lah yang kadang menjadi tempat "lepas rindu" yang buktinya lebih banyak menjadi saksi kebisuan mereka berdua ketika saling bertatap wajah.

Tak banyak basa-basi, sosok laki-laki pendiam nan cool itu bisa dibilang tak terlalu menyukai hal yang berbau "berlebihan" yang nyatanya sering ia temui dalam sosok Oliv. Si perempuan labil yang baru saja menjajaki masa-masa putih abu-abu nya itu. Namun, tak menjadi alasan untuk si laki-laki melepas rasa yang telah mempersatukan mereka saat ini. Berbagai ketidak cocok-an kini saling berpadu menjadi satu. Justru saling mengayomi satu sama lain, meng-cover-i tiap kekurangan yang ada. Tak menjadi alasan mereka untuk saling abai-mengabai, lupa-melupa, dan sebagainya.

Hal yang sepele pun, terkadang bisa terlihat rumit ketika pikiran mereka telah buyar. Sekalipun terasa sangat sulit, namun tak menjadi alasan serta benteng pemisah bagi mereka berdua untuk tetap berkarya di dalam jurnal hidupnya. "Rasa kesayangan" yang bukan terlanjur atau kebetulan ada pada mereka, sangatlah menjadi    kunci sukses nya mereka menjajaki masa-masa sulit itu. Dengan berjuta perjuangan tak mau terjajah kelabilan sosok cinta yang hadir di antara mereka, bersikap dewasa dan mempelajari satu sama lain, serta cara-cara lain yang lebih mantap dilakukannya lah.

Banyak perjuangan yang tak banyak orang ketahui, yang nyatanya selalu menjadi pondasi keutuhan dan kesatuan hati di antara mereka. Tak banyak mengumbar, itulah perjalanan mereka. Menjadi satu padu, ya itu lah mereka. Tiap orang yang mendengar kisahnya, melihat aksinya, selalu dibuatnya iri. Betapa beruntung Oliv. Betapa beruntung sosok laki-laki itu.

Dengan kisah yang selalu berlalu lalang di hadapan mereka tentang mereka, semakin menjadi kan mereka tangguh. Tuhan selalu menyertai dan memberkati relasi kalian berdua.

*Karangan ini telah sangat ngalor ngidur, tak jelas arahnya. Sangat dikhawatirkan tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Lebih bahaya nya apabila telah sampai pada titik puncak darah penghabisan dan ber-evolusi menjadi butiran debu. Selamanya. Menyedihkan.


Selasa, 18 Desember 202 - 11. 40 pm
Di ruang tivi kebanggaan.

Minggu, 09 Desember 2012

Si Manis yang Kusayang

Gak banyak pengalaman dramatisan yang pernah gue alami bersama dirinya. Namun banyak kisah yang teramat sangat hiperbola yang selalu kami lalui. Entah itu hanya penilaian gue atau otak gue yang kurang pengalaman buat nginget moment saat gue dan si dia sedang beraksi layaknya artis hollywood bahkan bollywood. 

Entah kenapa, ingetan gue tiba-tiba pulih! Inget pas lagi main di rumah gue, kita joget-joget india-an pake properti kain yang digantungin ke belakang leher. Itu akibat keseringan nonton vcd india nya Si Dia. Kita jadi makin atraktif di mana-mana. 


Berawal dari kisah masa muda, belom bisa masuk kategori muda malah. Bener-bener seumur jagung. Awalnya gue dan mbak Dinda (tetangga sebelah gue beda setahun sama gue) kenal sama dia dalam episode yang tidak disengaja. Karena nyokap gue baru aja ngelahirin adek bontot yang nyatanya selama ini selalu setia menjadi partner juga lawan gue untuk beradu dalam ajang smackdown yang dulu selalu rutin kami jalankan di kamar nyokap gue. 
Yap, udah pada tau kan pastinya. Kalo ada bayi lahir, tetangga pasti pada datengin buat jenguk. Saat itu, gue yang akrab duluan ama si Dindul lagi asyik berduaan di teras rumah gue disertai dengan gaya kepolosan seorang anak belom sekolah dengan bermodal pembicaraan yang gak tau ke mana arahnya. Sedangkan nyokap mbak Dindul, nyokap Si Dia, serta ibu2 yang lain sedang asyik meninjau adek gue yang baru beberapa hari ato bulan (gue lupa) sedang merem melek seadanya di atas tempat tidur kamar nyokap gue. Satu hal yang gak perlu kalian tau, dia telah merenggut lokasi ranjau gue. Di mana, itu tempat adalah yang menjadi saksi bisu ketika gue bermimpi kemudian terjadilah hujan deras disertai dengan aroma menggelitik hidung. Tempat bobok anak bayi kan begitu. Agak memakan tempat. 

Gue sih gak sadar kapan kita kenalannya, gak inget juga. Cuman, kalo denger gossip, cerita legenda serta kabar burung yang berhasil diturun-temurunkan dari para orang tua kami, kita mulai kenal pas dia ikut mama nya buat jenguk adek gue itu. Entah dengan memakai jurus apa, selayaknya anak-anak kecil lainnya, dengan rasa penuh kesoktau-an dan kesok bertemanan kami main bersama ketika itu. Namun, pertemanan kami nampaknya hanya akrab saat itu saja. Tidak berlaku untuk kemudian harinya. 
Padahal, rumah mbak Dinda sama Si Dia itu sebelahan. (Rumah mbak Dinda tepat berada di antara rumah kami. Rumah gue sebelah kiri, rumah Si Dia sebelah kanan). Tapi gue terlanjur akrab duluannya sama mbak Dinda. Mungkin karena di antara perbatasan rumah kami ada pintu tembus. Sehingga semakin memudahkan kami buat bisa main bareng tanpa harus keluar lagi melalui pintu pager rumah.

Pas masih zaman kecil (gue udah TK kalo gak salah), dulu ada temen yang kami tuakan/kami anggap sebagai ketua karena memang dia usianya lebih tua dari kami. Tapi dia udah pindah. Hiks. Ke Jakarta, yang sampe sekarang gue belom ngeliat muka nya lagi sebelum sempat terakhir kali dia ke Tangerang untuk memberi undangan pernikahan kakaknya. Tapi, karena memang masih jiwa anak kecil yang mudah terprovokator dan terkontaminasi, terjadilah musuh-musuhan diantara kubu yang satu dengan kubu yang lainnya yang berlaku hanya bagi anak di gang kami. Sebenarnya ada banyak anak sebaya di gang kami. Namun yang lebih sering berkumpul dan bersosialisasi yaitu kami berempat. Shinta, Esty, Dinda, dan gue. Di antara mereka, gue yang paling muda sendiri. Namun tampaknya, kenyataan berkata lain. Semenjak tiap tahun gue ulang tahun, body gue tergolong lebih bongsor di antara mereka. Bongsor dari mana? Yah, mungkin mata dan otak mereka lelah.

Di rumahnya mbak Shinta, dulu ada sedikit lahan yang sebelumnya buat tempat kandang ayam. Tapi udah berubah fungsi menjadi tempat bermain kami. Main rumah-rumahan, pake payung-payungan. Berhubung rumah mbak Shinta tepat bersebrangan dengan rumah gue, gue seringkali gak keberatan buat mencibet payung yang telah bersertifikat atas nama nyokap gue itu buat maenan rumah-rumahan. Asik banget deh! Di depan rumahnya juga ada pohon belimbing, dan mbak Shinta suka manjat pohon itu buat ambil belimbing dan dicocol pake kecap. Gue yang merasa layak untuk berada di tangkringan batang pohon seperti mbak Shinta, mencoba mengumpulkan tenaga serta niat buat ikutan manjat. Tapi apa daya, gue gak berbakat manjat pohon. Apalagi bergelayut atau menari-nari di atasnya. Mungkin, Tuhan tau bahwa jodoh gue bukanlah superman yang ahlinya manjat-manjatan. Ckckckck

Dalam kisah itu, kami suka musuh-musuhan yang sangat tidak jelas asal usul penyebabnya. Tiba-tiba dengan mudahnya gue dibisiki mbak Shinta untuk memusuhi Si Dia yang tidak bersalah. Kami diem-dieman. Ganti-gantian deh. Kubu itu terbagi menjadi 2. Dalam tiap musimnya selalu berganti. Seperti Shinta-Rani vs Esty-Dinda, Shinta-Dinda-Rani vs Esty, Shinta-Dinda vs Rani vs Esty. Ya, gue memang sangat gak bijaksana. Gue takut banget yang namanya dimusuhin ama orang lebih tua dari gue. Padahal ada rasa iba juga ngeliat Si Dia diposisiin kayak begitu terus, tapi gue gak bisa ngelak. Secara, dulu gue melihat sikap kepemimpinan yang paling berhasil memprovokasi gue adalah mbak Shinta. Si Dia? Gak banyak ngelawan ato protes, dsb. Entah karena faktor apa. 

Dulu dia adalah personil yang gue rasa paling tertindas. *Hiks. Maap ya mbak, Dulu gue masih polos, jadi gak tau apa-apa. Hoamm*
Sampe akhirnya, mbak Shinta pindah dan di situlah pintu kesuksesan kami yang cerah terbuka, hati yang suci kembali merekah dan bersinar. Gak ada lagi permusuhan, perang dingin, dan sebagainya yang gak selayaknya ditiru di rumah kalian. Kami mulai akrab lagi, lagi dan lagi *mengenang perkenalan pertama kami*, dengan ditambah 2 personil penghuni gang kami yang selalu setia menjadi saksi bisu kepolosan, kejaiman, sampe kekriminalan kami. Sekarang kami berlima, Si Dia udah lebih dahulu menjajaki bangku kuliah. Emang terlihat gak setia kawan. Karena personil lainnya masih pada putih abu-abu. *Apalagi gue?Paling telat -_-
Tapi yang namanya usia, gak bisa ditahan buat tetep segitu-segitu aja sesuai yang kita inginkan. Sampe akhirnya, tanggal 5 Desember kemaren dia berhasil lewatin masa-masa sweet seventeennya dan sekarang lagi menjajaki masa sweet eight teennya. Jauh-jauh hari gue udah inget itu tanggal. Tapi gak tau kenapa, pas hari H nya yang gue inget hanyalah ujian, ujian, dan ujian. Karena gue lagi UAS saat itu. Sampe keesokkan harinya, gue mendapat bingkisan dari acara di rumahnya. Dan gue baru ngeh, kalo Si Dia abis ultah. Oh my God! *British banget ya gue :$
Nyokap gue tanya gue udah ucapin belom, dengan santainya gue bilang "oh iya belom. Tar lah, gampang." Sebenernya buat nutupin kepanikan hati gue sih. Bokap gue juga langsung nyuruh gue. Gue bilang "iya iya, sama mbak Esty mah nyantai aja. Udah selow-selowan kita mah." Tapi dalam hati gue paling dalem -> Ajib! Gila aja! Gue tega melupakan eh ups ralat! bukan melupakan, tapi kelupaan. Kalo melupakan kesannya disengaja. Gue kelupaan sama hari di mana pertama kali dia napas di dunia ini. Orang yang paling berjasa sampe bikin gue meler idung dan basah mata pas nonton film bollywood We Are Family yang gue copy dari laptopnya. Yang paling tua usianya dibanding personil lainnya. Yang paling gak pernah absen webcam-an. Yang paling jadi andelan kalo lagi pada curhat. Yang paling ngerti saat gue lagi kesel di rumah. Dengan tampang tak berdosanya dia cengar-cengiran ngeliat aksi gue yang suka langsung ngeloyor ngabur pas lagi darah tinggi. Berbagai-bagai suka duka udah kebal kita lewatin. Dari ambek-ambekan, sampe cara penanganan yang udah tau mesti gimana. *Semedi

Gue berniat buat telepon rumahnya buat ucapin, tapi ketahan melulu. Entah dengan alesan apa gue ampe gak jadi-jadi buat beraksi digagang telepon. Tiap kali mau sms, pasti langsung kerasa kayak ada batu ngeganjel di hati gue. Gak rela pulsa gue coy! HAHAHAHA *ketawa jahat!

Tapi akhirnya, sms gue sampe juga kan coy? Meski gak jadi telepon karena gue tau lu udah beranjak dari kotabumi tempat tinggal paling nyaman dan dingin sedunia ini.

Selamet Ulang Tahun banget ya coy! Selamat sukses banget! Panjang umur banget! Sehat selalu banget! Jangan lupa traktir banget! Undangan nikah sama pilot, jangan lupa kirim ke gue banget. Makin dewasa banget lu coy. Mamah lu bakal merasa tersaingi banget tuh gue yakin. Meski gak ketemu beberapa minggu, sekalinya ketemu cuman bentar, kita tetep temenan kan coy? Bentar lagi sertifikat "BangSat Community" bakal keluar kok coy. Lu jadi Ketua + Penasehat, Udem jadi Konsultan Gas Beracun Mematikan, mbak Dindul jadi Pakar Ke-ete-an, Ayu jadi ahli Morfologi Kedunia Mayaan, gue jadi orang sukses + istrinya *neeettt*. => Amin! Hahahaha. 

Sweet eight teen ya coy. Makin berjaya lu, tapi jangan berperan sebagai toko emas maju jaya. Kapan pulang sih? rencana kita nonton bareng gagal kan. Gue "belom" bisa kasih kado ato hadiah yang kayak di sinetron-sinetron gitu mbak. Tapi suatu saat, pasti bakal bisa kok. Yakinin aja deh. Berdoa aja ya. :| Gue tau kok, lu kecewa kan gue ngucapinnya telat? Jujur aja mbak. Gpp kok. Gue sedih. Iya gue sedih. Sungguh teramat sedih. Hikssss *buat ngehibur lu doang

Yaudah, gue gak bisa banyak berkata-kata lah. Gue gak mau dibilang omdo. Gue gak mau dibilang cerewet, dan sebagainya. Gue gak terima kalo begitu. Gue kangen kita berlima kumpul. Pas zaman masih alay, menjadi pusat perhatian anak-anak karang taruna. Apaan banget sih -___-. Ampe gak berminatt buat ngikut lomba 17-an. Yaudah, akhirnya kita berlima lolos lewatin zaman penuh kenistaan itu kan. Zaman sering-seringnya kita main dan nongkrong di depan rumah udem, nongkrong depan rumah si Dindul, sampe akhirnya pindah lagi menjadi depan rumah lu. Hah! Jadi inget pas sepulang gereja, si Dindul mau ngeprint sesuatu, yang nganter mah bejibun. Bawa pasukan. Mantap! Mesti dipertahankan nih spesies kayak kita. Udah keliatan semua, masa depannya cerah. Udah pada pake Pond's kan? 

Sebenernya ini post mau gue spesialin buat ucapan ke Si Dia doang. Tapi malah jadi cerita tembang kenangan begini. Gak kebayang, kalo nanti semua udah pada kuliah. Waktu buat ngumpul sih pasti tetep ada dan harus disempetin. Yang penting berjuang dulu yang masih pada putih abu-abu. Buat mbak Encoy sukses UTS nya! Udem semangat dan sukses UAN nya, mbak Dindul sukses ngegaet hati doi eh salah deng maksudnya sukses sekolahnya, dan Ayu selalu rajin update status ya. Mbak Estoy Dwi Widyastutyoy jangan bocen yah ama culhatan mingguan akoh :3




Sekali lagi --------> "Celamat Uyang Tahuuuuuuuun mbak ku cayang. God bless youu forever. Muachh! :* :* :*"







09 Desember 2012 - 2.15 a.m
Di ruang tengah sambil nonton Real Madrid <3

Selasa, 04 Desember 2012

Kalau Bukan "Kasih", Lalu Butuh Apa Lagi?

Hm, gue gak terlalu paham apa yang bakal gue keluarkan dalam post kali ini. Pasti bakal simpang siur dan ngalor ngidul kayaknya. Ya, pokok pembahasan yang pasti adalah sebenarnya, banyak peristiwa dan hal yang membuat gue merasa bahwa gue sendiri, gak ada yang temenin, bahkan sampe perasaan jahatnya gak ada yang peduliin gue. Emang gak seperti itu kenyataannya, karna gue sendiri pun sadar kalo perasaan itu lahir dari hati yang udah terlanjur suka hiperbola. Bersyukur, harus bersyukur karna kehiperbolaan itu sendiri walau keliatannya sulit diterima dan sedikit membuat parno diri sendiri. 

Sering banget keinginan untuk memotivasi diri itu selalu melekat di diri gue yang masih belia ini, namun praktek memang gak se-simple teori. Motivasi diri, ya itu yang selalu menjadi andalan gue disaat gue merasa sedih. Butuh perjuangan dan pengorbanan. Pengorbanan untuk berusaha melepas, merobek, menghancurkan, atau berbagai cara-cara yang lebih extream lainnya untuk membuka perekat perasaan negatif yang terlanjur dateng serta merajalela dalam diri gue. Saat gue merasa sendiri, sesungguhnya ada satu hal penting yang bener-bener terpenting yang gue lupain. Ada satu sosok yang gak pernah tinggalin gue, selalu dukung gue apa adanya, gak suka menuntut gue ini/itu, gak over protective, dsb. 

Dilain sisi, ada banyak hal yang bisa saja gue jadikan alasan untuk gue bersungut-sungut ngejalanin hidup. Banyak hal yang sebenernya bisa gue jadikan alasan kenapa gue gak melakukan tugas gue di dunia dengan baik. Tapi saat kesadaran gue pulih bahwa ada Tuhan Yesus yang selalu turut serta dalam hidup gue, gak ada lagi yang bisa gue jadikan alasan mutlak untuk mengeluhkan lagi berbagai-bagai masalah yang nyatanya udah berhasil gue laluin dengan baik. Sebelumnya, sering gue denger temen-temen di kelas gue kalo dia lupa ngerjain PR Matematika misalnya, pasti ada aja alasan "saya sibuk ini/itu pak jadi lupa. Tugas kan bukan pelajaran bapak doang" dan lain sebagainya. Ada benernya juga sih temen gue itu, tapi alasannya kurang begitu mantep karna itu tugas udah dikasih sejak seminggu yang lalu, sedangkan kalo PR-PR lain di hari-hari berikutnya. Ya panteslah kalo itu guru jadi gondok dan terus mencecar "kerjakan pulang sekolah kan bisa". Dengan sikap keanak mudaan yang terkenal dengan gak mau ngalahnya "saya les pak", dsb. Ok, topik bahasan kita bukan tentang PR kok.

Akhir-akhir ini, gue sering melow sendiri. Padahal gue bukanlah tipe orang yang demen ama hal berbau melow meskipun tergantung situasi dan kondisi juga sih. Namun, gue adalah orang yang moody. Gak bisa ditebak deh. Gue melow juga bukan karna tanpa sebab, karna sesuatu yang sepele namun lumayan membuat akibat buat gue. Yah, itulah sisi lebaynya manusia.

Pikiran dan perasaan yang menurut gue udah jahat banget adalah ketika gue membiarkan otak gue berargumentasi dengan lancarnya yang menyatakan bahwa "oke, gue sendiri. Gak ada yang peduli gue. Gak ada yang kepikiran sama gue yang lagi di sini ngerasain kecewa, dan laen-laen." Akhirnya gue sendirian masuk ke kamar, dan sebisa mungkin membuat suara tangis gue gak terdengar ampe kutub utara sana. Membuat gue termenung sendiri, flash back ke doa-doa gue. Gue gak ngerti apa yang lagi Tuhan mau buat di hidup gue. Di perjalanan gue sebagai anak-Nya yang masih muda dan belom banyak pengalaman ini. Saat gue merasa sendiri, ngerasa cuman perasaan ini gue yang rasa, sebenernya itu adalah perasaan egois. Sok-sok pengen dikasihani sama dunia yang terlanjur jadi saksi bisu kemurungan gue. Perasaan itu lebih cocok ada di hati orang yang gak punya iman! Makanya gue sebel banget kalo hati gue suka ngerasa begitu. Kayak gak bersyukur amat ama hidup. Toh, semua orang ngalamin kok, gak cuman gue doang. Justru saat gue ngerasa sendiri, Tuhan lagi nengok ke samping merhatiin dan ngejagain gue. Pas gue merasa rencana dan harapan gue gak terjadi sesuai yang gue mau, sebenernya ada sesuatu yang bentar lagi bakal Dia tunjukkin. Entah itu baik atau nggak. Yang pasti, baik di mata manusia belom tentu baik di mata Tuhan. Gitu juga sebaliknya.

Ah! Gue sebel saat gue beranggapan kalo diri gue gak bisa memotivasi diri sendiri. Buktinya daritadi, kalimat-kalimat yang gue lontarkan di atas adalah sebuah kalimat motivasian. Semangat gue buat terus berjaya. 
Gue inget sama kata-kata temen gue si Veronita yang biasa gue panggil Ve saat di motor pulang sekolah siang tadi, yang kebetulan gue meminta dia untuk nebeng pulang sekolah bareng. Di tengah perjalanan, dia bilang kalo dia merasa hidupnya selalu gagal gagal dan gagal. Hanya kesialan yang ada. Dan jadi pesimis untuk bisa wujudin harapan dia di SMA ini. Yang gue katakan sama dia adalah "lo jangan merasa gitu. Jangan lo membatasi kemampuan yang sebenernya bisa lo capai dengan omongan itu. Dengan pemikiran lo yang seperti itu, tandanya lo udah membatasi sesuatu yang sebenernya bisa lo dapetin." Setidaknya seperti itu percakapan singkat kami yang gue inget dan diteruskan dengan ngobrol kocak pas sampe di depan rumah gue. Mungkin sedikit munafik juga kalo gue gak merasa gitu terhadap hidup. Hanya aja, gue selalu merasa beruntung karna adanya Tuhan Yesus itu. Gue juga sempet bilang kalo "berhasil atau nggaknya sesuatu yang kita kerjain itu tergantung dari cara kita menilai hasil akhirnya. Sekali pun secara mata manusia itu memang gagal. Tapi kalo kita menganggap kegagalan itu bukan lah hal yang gagal, pasti semua bakal sembuh." Ya, agak sedikit mengkutip kata-kata motivasi dari luar. Tapi setidaknya, itu bermanfaat dan buktinya bisa gue terapin ke temen-temen gue.

Inti dari keseluruhan adalah kita harus punya kasih untuk bisa ngerasain kepedulian orang, rasa sayang orang, bahkan untuk ngerasain hadirnya Tuhan dalam hidup kita bahkan untuk memotivasi diri sendiri. 
Gak hanya pada saat memberi, saat menerima juga kita membutuhkan sebuah hal yang dianggap kecil namun berdampak besar yaitu "kasih". Tanpa adanya "kasih" saat kita melakukan penerimaan, gak akan kerasa berhikmat. Gak akan kerasa kalo itu adalah berkat. Hal itu sering kelupaan sama kita kalo kita gak peka akan adanya "kasih" itu sendiri. Seperti saat gue ada masalah dan jadi merasa sendiri, merasa gak ada yang peduli, merasa terbeban banget. Sebenernya itu hanya perasaan terbatas gue sebagai manusia biasa, coba kita gali lagi tentang keyakinan dan iman kita sama Tuhan, pasti gak akan berpersepsi seperti itu. Sekali pun masalah itu gede, gak akan ada lagi perasaan sendiri itu. Sebenernya banyak yang memantau kita, hanya kita gak peka sama "kasih" yang orang lain beri ke kita. Kalo kita mau memberi sesuatu ke seseorang, tanpa "kasih" yang kita beri itu gak akan menjadi berkat bagi diri kita sendiri tapi akan menjadi berkat bagi si orang itu kalo dia menerimanya sebagai berkat dan dengan "kasih'. Tanpa "kasih" pun kita gak akan bisa ngerasa bahwa sebenernya banyak orang yang baik dan peduli sama kita. Seperti halnya, seperti kita tahu kalo Tuhan Yesus selalu ada di saat kita duka/suka, tapi kenapa kita suka gak merasa kalo Tuhan itu ada dengan melihat masalah dari sisi penglihatan kita sebagai manusia yang terbatas? Ya, jawab di hati masing-masing ya. Yang tahu hanya diri sendiri dan Tuhan.
Dan satu hal yang gak kalah pentingnya, keluarga. Iya, keluarga. Yang selalu jadi tempat paling asoi dalam hidup gue. Gue yakin gak hanya gue yang ngerasa demikian. Karna itu udah jadi hal mutlak kalo keluarga bisa dibilang harta paling "wah" di dunia.


Nahkan bener kan! Gue merasa tulisan ini udah bener-bener ngalor ngidul dan semakin gak jelas alurnya. Yang penting udah terluapkan.
Gpp ya, yang penting terus maju dan semangat di dalam Tuhan anak muda!