Jumat, 10 Oktober 2014

Pembelaan Diri

Halo blogger, sekian lama tidak berjumpa. Rasa rindu yang mendalam tengah melandaku mengiring ide-ide di otak yang terus meronta-ronta ingin diaplikasikan ke dalam sebuah tulisan. Pada kesempatan inilah kiniku mampu mengutarakan aspirasiku selama menjalani kehidupan di dunia putih abu-abu.

Perkenalkan, namaku Lulu. Ya, memang banyak sekali orang bernama Lulu di dunia ini. Tapi perlu kalian ketahui, aku berbeda dengan Lulu-Lulu lain yang tengah menyebar di sekitar kalian.
Aku seorang siswi SMA yang sesungguhnya tidak terlalu tertarik untuk tahu-menahu tentang kehidupan orang lain. Tapi apa daya, kewajibanku sebagai seorang pemimpin sebuah organisasi di sekolah membuatku harus berbuat demikian. Sebenarnya, perasaan itu muncul baru-baru ini. Pada awal masa tanggungjawabku, aku masih enjoy dan sangat amat peduli. Namun, entah karena satu dan lain hal yang melandaku, perasaan itu mulai muncul. Ya, hal tersebut dibarengi dengan perubahan lingkungan sekitarku yang makin berkelompok-kelompok, hal itu membuat aku merasa terkucilkan dari lingkungan di mana aku berdiri. Untungnya, aku masih memiliki satu orang sahabat nyata yang mampu memahamiku. Lagipula pada kenyataannya, aku masih memiliki banyak jaringan pertemanan mulai dari laki-laki, perempuan, sampai anak-anak kecil yang setiap minggu kutemui dan ternyata mereka cukup menjadi malaikat-malaikat penolongku. Hehehehe.
Aku selalu berpikir, mengapa seseorang ketika berada pada titik terendah di hidupnya, selalu mencari cara untuk membela diri? Sehingga dengan senang hati menghalalkan segala cara untuk membenarkan dirinya di hadapan manusia-manusia dunia yang cukup terkenal dengan kemunafikannya. Mencari sebuah pembelaan kepada dunia, adalah fana menurutku. Maka, setiap kali aku dipandang salah oleh dunia pun aku berusaha untuk tidak mencari pembelaan entah itu dari sekitarku, bahkan dari orang lain yang tidak tahu menahu pasti akan permasalahan yang mungkin aku alami. Biarlah orang lain sendiri yang menilai bahwa aku patut dibela atau tidak. Sebab aku yakin, hanya dengan penyerahan diri kepada Tuhanlah nantinya secara alami akan ada orang-orang berbondong-bondong datang akan menyokongku.

Aku juga selalu berpikir, kenapa bisa ada yang namanya "iri"? Bukankah iri melelahkan?
Setiap orang yang tidak mampu mendapatkan "sesuatu" yang diinginkannya, cenderung mencari berbagai cara untuk menghancurkan lawannya (bisa dikatakan apapunlah, intinya seseorang yang dianggap mengancam kenyamanan hidupnya).
Mata manusiaku memandang, mungkin orang-orang seperti itu hanya "suci" saat ia berada di dalam batas suci rumah ibadatnya (agama apapun), hal tersebut dilakukan sekadar memberi citra untuk menaikkan pamornya di hadapan orang-orang tertentu yang melihatnya. Namun, tetap saja saat keluar dari sana ia akan kembali menjadi harimau bagi sekitarnya.
Yaa, biarlah ini menjadi pengalaman kisah masa SMAku. Aku tidak menganggapnya kelam, karena ini adalah bagian dari rencana Tuhan.

Sekarang, aku tidak mau banyak bicara. Menjadi seorang Lulu yang tengah beranjak dewasa dan lebih senang mengamati tingkah laku orang-orang di sekitar. Entah bagaimana orang di sekitarku berpendapat, aku lebih senang menikmati duniaku sendiri tanpa melibatkan orang-orang 'baik' yang ada di sekitarku khususnya di sekolah. Saat aku merasa terancam, aku tidak mencari kambing hitam. Tapi kenapa dia, dia, mereka seperti itu? Ya, itu pilihan hidup.

Sebagai anak dari pengusaha kelapa sawit di pelosok Kalimantan yang tinggal jauh dari orangtua, tidak mampu membuat nyaliku menjadi kerdil hanya karena mengalami hal demikian. Namun, dengan kesempatan itulah aku terus mengasah mentalku untuk mampu berdiri sekalipun berada jauh dari tiang dan pagar ku (baca: orangtua).

Sekian curahan hatiku, seorang gadis lugu berusia 15,5 tahun yang ternyata menyimpan beragam rahasia dunia yang tidak satupun manusia di dunia ini tahu, selain aku dan Tuhan. Ya, itu rahasia pribadiku sendiri bersama Sang Khalik.

With love, Lulu Pramewaryani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar