Senin, 26 Agustus 2013

Keras Kepala

Sepertinya tangan ini terus gatal menuntut haknya supaya bisa digunakan untuk menorehkan beberapa tulisan-tulisan yang mungkin merupakan perpaduan antara hati dan otak ini.

Keras kepala. Siapa sih yang tidak tahu arti dari kata-kata tersebut? Siapa yang belum pernah mendengarnya sama sekali?
Ya, hampir setiap saat pada suatu kesempatan kata tersebut digunakan sebagai perwakilan dari penggambaran sebuah watak seseorang.
Watak yang seperti apa?
Watak yang kukuh terhadap apa yang menjadi pegangan dan dasar dari pemikiran di dalam hidupnya.
Keras kepala memang perlu.
Tapi, bisa merugikan apabila digunakan pada saat dan waktu yang tidak tepat.
Banyak orang mempertahankan keteguhan hatinya tanpa melihat bagaimana pendapat orang sekitarnya.
Ada banyak manusia tidak bertanggung jawab, yang mengakibatkan banyaknya korban dari kekeras kepalaannya itu.
Bahkan, hukum tabur tuai berlaku dalam pengaplikasian keras kepala ini.
Apabila si A pernah melakukan aksi keras kepala terhadap orang tua, sahabat, dan yang lainnya, tentu akan ada saat di mana ia akan dikeras kepalai oleh orang yang lain juga.
Terlepas daripada itu semua, sebenarnya itulah yang dinamakan siklus.
Dinamika kehidupan dalam aspek perkeras kepalaan suatu individu atau kelompok individu.
Setiap orang pernah mengalami yang namanya dikeras kepalai dan mengeraskan kepalanya sendiri.
Banyak orang yang tidak sadar akan hal itu.
Banyak orang terkecoh untuk mementingkan diri sendiri, dengan menggunakan embel-embel konsisten.
Konsisten? Terhadap apa?
Kalau nyatanya itu merugikan banyak orang? Bagaimana kelanjutannya.
Keras kepala dengan tujuan baik, tidak dipersalahkan.
Semua orang memiliki hak untuk menggunakan kekeras kepalaannya, namun hanya pada saat tertentu saja.
Jangan jadikan itu sebagai tameng agar orang lain dapat mengikuti kehendak kita sendiri, tanpa turut merasakan keadaan seseorang atau partner yang sedang kita hadapi.
Kembali ke hukum tabur tuai, jangan salahkan orang lain ketika mereka lebih memilih untuk mengeraskan kepala mereka ketika sedang berhadapan denganmu.
Coba introspeksi kesalahan, mungkin pada kesempatan yang lalu kita sempat keras kepala juga kepada orang lain (tidak ada sangkut pautnya dengan orang yang mengeraskan kepalanya kepada kita).
Hanya orang lain yang dapat merasakan dan menilai kamu keras kepala atau tidak melalui tindakan yang kamu lakukan di depan mereka.
Kemudian mereka memberitahumu, dan akhirnya kamu mengenal sifat keras kepala itu ada pada dirimu.
Kamu mengacuhkan orang lain?
Jangan salahkan mereka kalau pada saatnya kamu juga akan diacuhkan.

Ah, sulit sekali menggambarkan keadaan yang tidak kita inginkan terjadi, namun malah terjadi.
Semua tampak kosong, namun seolah berasap, dan asap itu terhirup mulut sehingga membuat tenggorokan ini seperti tersedak sampai akhirnya terasa perih.
Berdamailah dengan sesamamu.
Semua akan indah pada waktunya, tanpa kalian saling menjauh diri dan mencari ketenangan di tempat lain. Sesungguhnya, yang membuatmu tenang ialah Ia dan ia yang telah membuatmu merasa keadaan menjadi rumit.
Namun, ini bukanlah kerumitan. Melainkan sebuah perjalanan-petualangan.

 hidup penuh dengan warna. Ada merah, kuning, hijau, biru, bahkan ketika dalam masa kekakuan, hidup digambarkan sebagai warna abu-abu. Terlepas daripada warna-warna tersebut, selalu ada warna yang cerah ceria yang sesungguhnya selalu menyelimuti (kuning). Serta warna merah yang menyatakan keberanian dalam mengahadapi hidup yang penuh lika-liku dan tidak tertebak alurnya ini. 

Tuhan menyertai dan memberkati kita semua~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar